Selasa, 19 Juli 2016
Selasa, 22 Maret 2016
Ngelmu Boyong Omah Miturut Kawruh Jendra Hayuningrat
Oleh Budi Siswanto
Dalam Kawruh Jendra Hayuningrat,
ada piwulang mengenai hari baik dan hari kurang baik, hari buruk bahkan amat
buruk. Lebih-lebih apabila digunakan untuk pindah tempat tinggal (rumah) atau
boyongan omah. Pindahan tempat tinggal berbeda dengan pindahan tempat kost
(tinggal untuk sementara) atau “tetirah, tirah”.
Setiap keluarga yang akan pindah
rumah, oleh kawruh Jendra Hayuningrat disarankan memilih hari baik bagi
keluarga tersebut, yang sangat berguna bagi kelangsungan kebahagiaan dan
kelestarian kemakmurannya, dalam menapaki hidup berrumah tangganya. Oleh karena
itu kawruh Jendra Hayuningrat mengajarkan “petungan Jawa” atau perhitungan
nilai (neptu) hari dan “pasaran”. Nilai (neptu) hari dan pasaran secara
konvensional dan umum di tetapkan sebagai berikut :
A. Secara Umum
Hari Neptu Pasaran Neptu
Akhad 5 Kliwon 8
Senen 4 Legi 5
Selasa 3 Pahing 9
Rabu 7 Pon 7
Kamis 8 Wage 4
Jumat 6
Setu/ Sabtu 9
Adapun larangan atau pantangan arah pindahan rumah / tempat
tinggal (boyongan ngalih omah). Pada umumnya disarankan untuk menghitung jumlah
neptu hari dan pasaran saat akan melakukan boyongan omah terlebih dahulu.
Mengenai ketentuan secara umum “boyongan ngalih omah”
ditetapkan sebagai berikut:
Jumlah Neptu Dilarang ke arah Jumlah Neptu Dilarang ke arah
7 Barat
8 Utara
9 Timur
10 Selatan
11 Timur 12 Barat
13 Utara 14 Selatan
15 Barat 16 Selatan
17 Barat 18 Utara
Contoh : hari
Selasa (3) dan Wage (4); hari selasa Wage neptunya 3 + 4 = 7, pada hari
tersebut diharapkan tidak berpindah (dilangarang) bagi mereka yang akan boyong rumah
menuju ke arah barat.
B. Secara Kawruh
Jendra Hayuningrat
Cara menghitung dan memilih hari yang baik untuk pindah
rumah menurut Kawruh Jendra Hayuningrat sedikit berbeda dengan perhitungan
secara umum. Mengingat Siswa Jendra
adalah priyayi yang akan memegang Kraton (secara Roh tedhak Ratu), maka dalam
hal boyong omah menggunakan perhitungan neptu hari dan pasaran sebagai berikut:
Hari Neptu Pasaran Neptu
Jumat 1 Kliwon 1
Sabtu
2 Legi 2
Minggu 3 Pahing 3
Senin 4 Pon 4
Selasa 5 Wage 5
Rabu 6
Kamis
7
Cara menghitung neptu khusus ini sama halnya dengan
menghitung neptu secara umum, yaitu dengan jalan menjumlahkan kedua neptu,
antara Neptu Hari dan Neptu Pasaran yang akan dipakai sebagai saat pindahan
atau boyongan : misalkan rencana boyongan hari Jumat Kliwon. Jumaat = 1 dan
Kliwon = 1 jumlahnya adalah 2. Maka jumlah 2 (dua) inilah yang menjadi kunci
untuk menghitung dan mengetahui Baik atau Buruk-nya suatu Hari yang akan
dipakai untuk boyongan / pindah rumah.
Jika penjumlahan-nya menghasilkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau
kelipatannya, maka jika jatuh pada angka :
1. = PITUTUR, menemui banyak perkara
2. = DEMANG KANDHUWURAN, sakit-sakitan
3. = SATRIYA
PINAYUNGAN, selamat,dihargai dan dihormati orang banyak
4. = MANTRI SINAROJA,
ditresnani dan di senangi banyak orang
5. = MACAN KETAWANG, selalu cekcok dan banyak masalah
6. = NUJU PATI, mengalami banyak kedukaan dan kesengsaraan
Berarti hari Jumat Kliwon (contoh diatas) adalah hari yang
tidak baik untuk pindahan rumah, karena Jumat Kliwon jumlahnya 2, Jumlah
hitungan yang menghasilkan angka ururtan kedua adalah jatuh pada DEMANG
KANDHUWURAN, artinya : siapa saja yang hendak boyongan pada hari Jumat Kliwon
akan mengalami sakit-sakitan.
Apabila hasil penjumlahan menunjukan angka enam ke atas,
maka rotasi hitungan kembali ke angka 1.
Untuk memudahkan semua siswa Jendra yang akan membantu
mencarikan hari baik bagi orang yang hendak boyongan, berikut ini saya buatkan
daftar Neptu hari dan Neptu pasaran yang sudah dijumlahkan, seperti berikut ini
:
1. Jumat Kliwon
= 2, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
2. Sabtu Legi = 4, MANTRI
SINAROJA, baik
3. Minggu Paing
= 6, NUJU PATI sangat tidak baik
4. Senin Pon = 8, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
5. Selasa Wage = 10, MANTRI SINAROJA, baik
6. Rabu Kliwon = 7, PITUTUR, kurang baik
7. Kamis Legi = 9, SATRIA PINAYUNGAN sangat baik
8. Jumat Paing = 4, MANTRI SINAROJA, baik
9. Sabtu Pon = 6, NUJU PATI sangat tidak baik
10. Minggu Wage = 8, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
11. Senin Kliwon = 5, MACAN KETAWANG, tidak baik
12. Selasa Legi = 7, PITUTUR, kurang baik
13. Rabu Paing = 9, SATRIYA PINAYUNGAN, sangat baik
14. Kamis Pon = 11, MACAN KETAWANG, tidak baik
15. Jumat
Wage =
6, NUJU PATI, sangat tidak baik
16. Sabtu Kliwon =
3, SATRIA PINAYUNGAN, sangat baik
17. Minggu Legi = 5, MACAN KETAWANG, tidak baik
18. Senin Paing = 7, PITUTUR, kurang baik
19. Selasa Pon = 9, SATRIA PINAYUNGAN, sangat baik
20. Rabu Wage = 11, MACAN KETAWANG, tidak baik
21. Kamis Kliwon =
8, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
22. Jumat Legi = 3, SATRIA PINAYUNGAN, sangat baik
23. Sabtu Paing = 5, MACAN KETAWANG, tidak baik
24. Minggu Pon = 7, PITUTUR, kurang baik
25. Senin Wage = 9, SATRIA PINAYUNGAN, sangat baik
26. Selasa Kliwon
= 6, NUJU PATI, sangat tidak baik
27. Rabu Legi = 8, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
28. Kamis Paing = 10, MANTRI SINAROJA, baik
29. Jumat Pon = 5, MACAN KETAWANG, tidak baik
30. Sabtu Wage = 7, PITUTUR, kurang baik
31. Minggu Kliwon = 4, MANTRI SINAROJA, baik
32. Senin Legi = 6, NUJU PATI, sangat tidak baik
33. Selasa Paing =
8, DEMANG KANDHUWURAN, tidak baik
34. Rabu Pon
= 10, MANTRI SINAROJA, baik
35. Kamis Wage = 12, NUJU PATI, sangat tidak baik
SAAT TATAL
Saat tatal adalah untuk memilih waktu yang baik dalam ijab
(mantu), pindah rumah, berpergian jauh, buka pondasi, buka toko baru atau usaha
baru atau apapun yang dianggap penting.
Ketentuan saat Tatal itu jatuh pada Pasaran (bukan pada
harinya) :
1. Pasaran legi : mulai jam 06.00 nasehet. mulai jam 08.24
Rejeki : mulai dari jam 10.48 selamat, mulai jam 13.12 pangkalan (halangan),
mulai jam 15.36 pacak wesi
2. Pasaran pahing : mulai jam 06.00 rejeki, jam 08.24
selamat, jam 10.48 pangkalan, jam 13.12 pacak wesi, jam 15.36 nasehat.
3. Pasaran pon : mulai jam 06.00 selamat, jam 08.24
pangkalan, jam 10.48 pacak wesi, jam 13.12 nasehat, jam 15.36 rejeki.
4. Pasaran wage mulai jam 06.00 pangkalan, jam 08.24 pacak
wesi, jam 13.12 nasehat jam 15.36 selamat.
5. Pasaran kliwon, mulai jam 06.00 pacak wesi, jam 08.24
nasehat, jam 10.48 rejeki, jam 13-12 selamat, jam 13.36 pangkalan.
Sangare Tanggal : Artinya tanggal Jawa yang dilarang untuk
digunakan kepentingan atau keperluan apapun pada bulan tersebut, seperti untuk
ijab (mantu), pindah rumah, berpergian jauh, buka pondasi, buka toko baru atau
usaha baru atau apapun hal-hal yang dianggap penting. Kalau dilanggar akan
mendatangkan musibah atau kegagalan dalam setiap usahanya, adapun tanggal
tersebut seperti berikut ini :
Suro ; 7, 17,27
Sapar ; 2, 12, 22
Mulud ;
3, 13, 23
Bakda mulud ; 5, 15,
25
Jumadil awal ; 6, 16,
26
Jumadil akhi ; 1, 11, 21
Rejeb ; 2, 12, 22
Ruwah ; 4, 14, 24
Pasa ; 5, 15, 25
Sawal ; 7, 17, 27
Dulkaidah ; 1, 11, 21
Besar ; 3, 13, 23
Daftar diatas adalah tanggal yang harus dihindari, misalkan
hari baik jatuh pada hari Kamis pahing sesuai contoh diatas, namun pada hari
itu bertepatan dengan tanggal larangan di bulan tersebut diatas, maka sebaiknya
dihindari.
Bulan Larangan Untuk
Pindah Rumah
Dalam menghitung pindahan, mengetahui keberadaan Naga Tahun
itu penting. Untuk menentukan arah masuk rumah atau tempat yang baru itu sudah
benar atau perlu ada perubahan arah masuknya. hal ini dapat diketahui melalui
kedudukan bulan pada tahun itu dengan posisi kiblat papatnya. Posisi Naga Tahun
adalah posisi dimana mulut naga sedang menganga, jika dilanggar maka orang yang
hendak boyongan akan mengalami sial, tidak beruntuk, sakit-sakitan dan bahkan
mati salah satu atau keduanya ( sandang-pangannya atau manusianya).
Inilah
posisi Naga Tahun itu :
Besar, Suro, Sapar : posisi Naga Tahun di Utara
Mulud, Bakda mulud, Jumadilawal : posisi Naga Tahun di Timur
Jumadilakir, Rejeb, Ruwah : posisi Naga Tahun di Selatan
Poso, Sawal , Dulkaidah (Selo) : posisi Naga Tahun di Barat
Bulan Jawa atau Sasi
Jawa
Berikut ini adalah daftar Bulan Baik / Tidak Baik Untuk
Pindah Rumah yang disarankan oleh Eyang Wongsodjono untuk pindahan rumah :
1. Sura =
tidak baik, selalu dirundung susah, sering kebakaran, cepat pindah lagi.
2. Sapar = baik, banyak bantuan ekonomi bahkan
datangnya-pun bisa bersama-an.
3. Mulud (Rabingulawal) = tidak baik, gampang sakit, bahkan
suami/istri bisa meninggal.
4. Bakdamulud (Rabingulakir) = baik, ekonomi lancar dan
selamat lahir & bathin.
5. Jumadilawal =
tidak baik, banyak fitnah, sakit-sakitan.
6. Jumadilakir =
kurang baik, sering dikunjungi keluarga karena sambang sakit.
7. Rejeb = baik dan bisa kaya raya.
8. Ruwah (Sakban) = agak baik, dihormati banyak orang dan bisa
makmur.
9. Pasa (Ramadlan) = baik, bisa kaya raya.
10. Sawal =
sangat tidak baik, bisa pindah jarak jauh, selalu bepergian, kebakaran.
11. Bulan Dulkaidah (Selo) = tidak baik, bertengkar dengan
keluarga atau saudara.
12. Bulan Besar = sangat baik, kaya hewan
peliharaan
Salam _/\_ Rahayu
PROSESI BOYONG UMAH KAWRUH JENDRA HAYUNINGRAT
Kutiban Dialog Boyong Omah (Mangkate)
(Nilaraken Bale-Griya Lawas)
Punggawa I :
“Para Sederek, Sumangga kita
wiwiti pasemeden nderek aken jengkaripun sederek kita :
kakang emas
..............................................
tuwin garwanipun inggih
punika
mbak Ayu
...................................................
soho putra, putri lan
kulawarganipun sedaya ingkang bade sesarengan ngalemboro, saperlu padhos
santosaning gesang ing jagad padhang miwah sampurnaning gesang bilih sampun
tuniba titi wancinipun tumuju ing jaman kalanggengan”
Punggawa II :
“Sumangga kita derek-aken
lampahipun kulawarga ingkang bade ngalemboro, kanthi kawiwitan asung dhahar
ngobong dupo soho maos mantra pandonga. Murih nganten sarimbit dadoso pujangga, supados sak kulawargo
pikantuk kaslametan, kasantosan, karaharjan tuwin kabahagyan”
Punggawa I :
(maos mantra ngobong dupa, dipun
lajengaken ngobong dupa sak cekapipun)
Punggawa II :
“Sumangga kita maos mantra sowan Gusti”
Punggawa, Pujangga tuwin sedaya Para Rawuh : “ Niyat ingsun ngukup madahi jayaning ratu, winadahan
cupu kencana mulya (3X)”
Pinisepuh : (nyawiji)
Punggawa, Pujangga tuwin sedaya Para Rawuh :
Adam sumingkir, Eyang
Wongsodjono rawuh, Kanjeng Gusti wis ana kene.
Calon Pujangga : (sarimbit)
“Urubing dhatolah metu murup,
Kanjeng Gusti mobah sak jroning ambegan, Kanjeng Guru Sejati mosik sak jroning
ati. Iya rasa, iya rasul, iya rasane pangeran. Duh pangeran, kawula (sarimbit)
nyuwun idi palila paduka. Kawula (sarimbit) bade ngalemboro, kawula bade pados
padhang (pangan) lan sandang. Kagem kasantosanipun gesang bebrayatan kawula.
Pinisepuh :
(dhawuh, dapukan Pujangga dan
memberi bekal mantra)
Punggawa I :
(Dhawuh Pinisepuh “ iki mantrane yen siro
arep golek banda”, bilih Pujangganipun pegawai utawi ngawula.)
Marcana masidem, sapi
gumarang kang kanggo nyaur utang, kebo dungkol kang kanggo macul, nini kang
ngideri, kaki kang mijeni. Methik sandang pangane Sri lan Sedana, kang sunduk
kembang mulya. Sri lan Sedana kang ono ing tegil kepanasan, kula bekta wangsul
dateng gedhong pangayoman, aja obah, aja polah yen ora ingsun kang ngobahake.
Punggawa I :
(Dhawuhipun Pinisepuh “ iki mantrane yen
siro arep munggah derajad”, bilih Pujangganipun pegawai utawi ngawula.)
Nugrahaning derajad kang kekunci
ing sajroning peti purusani, soroge roso sejati, sang Hyang Wongsodjono wus
nurunake tanda mubyar kekuncung iket udenge. Cahyo mancur umanjing jiwa ragaku,
kanigara sabuk benang boro-boro, tumurune payung agung, wis tinampan roh
rabani. Allahumma Darajati Turunsih.
Punggawa II : (Dhawuhipun Pinisepuh “ iki mantrane yen
siro arep bebakulan”, bilih Pujangganipun dagang utawi bakul)
Niyat ingsun bebakulan
dedagangan, sing adol lan sing tuku kipo-kipo. Sing adol murah, sing tuku
nglarangi, kemrubut kayak tekane tawon agung.
Pujangga :
“matur nuwun Kanjeng Gusti, Dumateng sedaya piwulangipun, ananging bilih kawula
pinanggi mungsuh, kados pundi panyuwunan kawula”
Punggawa I :
(Dhawuhipun Pinisepuh “ iki mantrane yen
siro arep ngadepi uwong akeh”, bilih Pujangganipun dagang, pegawai utawi
ngawula.)
Ingsun muja pepujiningsun,
sarining bumi, sarining banyu, sarining angin. ,‘Sun racut dadi salira tunggal, amoro
kumandhang swaraningsun, manjinga cahya-ningsun, dadiyo paningal ingsun, daya
pangrunguningsun, lepas pangganda-ningsun,
rame pamicaraningsun. Iya ingsun manungsa sejati, gustine manungso
kabeh. Rep sirep tan ono wani marang ingsun.
Punggawa I :
(Dhawuhipun Pinisepuh “ iki mantrane yen
siro arep mbalek’ake penggaweane uwong kang seja olo”, bilih Pujangganipun
dagang, pegawai utawi ngawula.)
Allahumma dayandaya walia
rahina kang dendaya, balio kang dendaya. Nulak kalebu nulak penggawe olo.
Ingsun bolak-balik sumpah luput sing diarah, baliyo marang kang ngarah ingsun.
Pinisepuh : “Angger,
enggal tumindak’o, wis pepak sanguniro, wis jangkep sandinganiro. Iki sapu sodo
kanggo resik-resik papan angker lan wingit kang arep siro ambah, iki bantal
kloso kanggo sare-niro, iki pedaringan kanggo kacukupan padhang lan sandang iro
ing anggone ngalemboro.”
Pujangga :
“Ngaturaken sukem, kawula nyuwun idi bade pamit, kawula nyuwun berkah”
Pinisepuh :
“ Wis tumurun berkah saka Ngayugjokartao kapindo, saperlu paring tentrem,
rahayu, slamet, tinggalen kabeh watek olo tuwin tumindak olo, suksma cacat lan
sakabehing karmane leluhur. Iki sangune lan gembolane, mawujud sahadat Kencono,
yen siro gowo mati nyegeri, yen siro gowo urip nguripi. budhalo, kanthi jejak
bumi kaping telu” (Tiup ubun-ubun 3x).
Pujangga : (Jejak bumi 3x banjur mangkat.....)
Wekasan Kagem Ngisi Wegdal Jengkar
10 SHILA SUTASOMA
Karya Mpu Tantular
1. Aja Sira Anlarani Hati Nin
Non
Jangan Menyakiti Perasaan
Orang Lain (dan jangan mengacaukan pikiran orang lain)
2. Aja Amidanda Tan Sabenere
janganlah menjatuhkan hukuman
yang tidak adil
3. Aja Amalat Duwe Nin Wadwa
Nira
Janganlah menjarah harta
rakyatmu
4. Aja Tan Asih In daridra
Janganlah menunda kebaikan
terhadap mereka yang kurang beruntung
5. Luluta Rin Pandita
Mengabdilah pada mereka yang
sadar
6. Aja Sira Katungkul Ing
Kagunan, Amujya Nabhaktya
Janganlah menjadi sombong,
walau banyak orang menghormatimu
7. Aja Memateni Yen Tan
Sabenere
Janganlah menjatuhkan hukuman
mati, kecuali menjadi tuntutan keadilan
8. Utama Si Yen Sira Akalisa
Rin Pati,
Adalah yang terbaik, jika kau
tidak takut mati,
9. Sampuraha Rin Tiwas
dan bersabar dalam keadaan
susah
10. Anulaha Sama Dana Aja apilih
Jana
(adalah yang terbaik) Jika
kau berjiwa besar dan memberi tanpa pilih kasih.
Salam _/\_ Rahayu
Kutipan Dialog
Boyong Omah
(Masuk Rumah
Baru)
Pujangga (tamu yang akan
menjadi calon penghuni) : “ Salam _/\_ Rahayu Eyang.....”
Kyai dan Nyai Danyang
(sebagai penunggu rumah baru) : “ Salam _/\_ Rahayu, sapa ya?.. ”
Pujangga : “Badhe nyuwun pirsa, papan mriki punika
griya-palenggahanipun sinten nggih ?..”
Kyai dan Nyai Danyang :
“Oh...,
Lah iki suwargo-keprabon Hingsun, ananging sedelok engkas Hingsun parengaken marang
nganten sarimbit kang priyayine paring asma ........…..............” atau
menyesuaikan situasi keluarga (janda, duda atau masih bujangan)
Pujangga :
“Lajeng
ing mriki punika klebet bumi pundi?........”
6) Kyai dan Nyai Danyang :
“Oh....ing kene iki kasebut bumi Sugih
Waras.....ngger!”
Pujangga :
“nyuwun
duka sak derengipun Eyang, kok saget kasebat bumi Sugih Waras punika kados
pundi liripun?”
Kyai dan Nyai Danyang :
“Oh
… kaya mangkene ngger...., pramula
kasebut bumi Sugih Waras kuwi lirihe, sok sopo’o wahe ingkang ngalemboro banjur
tumeko ing papan kene, bakal pikantuk kesarasan soho kawusadan lelarane. Saugo,
sopo’o wahe ingkang menggen ing bumi kene bakal pikantuk kasugihan, kapribawan
soho kemakmuran. Hem angger, banjur sejatine siro iki sapa ta....?”
Pujangga :
“Menawi
kulo punika tiyang kabur kanginan ingkang ngalemboro ngaler miwah ngidul,
panggah dereng gadhah papan panggenan. Pramila anggen kula sowan punika, menawi
kepareng, kawula badhe ngenger wonten ing bale-griya ngriki.”
Kyai dan Nyai Danyang :
“badhe
ngenger? Punapa sampeyan krasan? Wong papan panggonane awon karomaneh nora apik
kaya mangkene, pirsanana kahanae reget byanget, punapa malih Eyang iki norah
nduwe opo-opo.”
Pujangga :
”
Mugi Gusti kawula kraos. Kawula mangkat ngriki kalawau punika, sampun mbeta
pirantos piyambang ingkang jangkep. Kados ta (sambil menyerahkan pada Nyai Danyang dan Nyai Danyang menyerahkan pada
pengiring) : lampu teplok punika kangge pepajar anggen kula manggen lan
pados pagesangan. Sapu sodo punika ingkang badhe kula-angge ngresiki sedaya
rereget ingkang wonten ing sak lebet utawi sak jawinipun griya. Klasa lan
bantal punika kula beta minangka pirantos anggen kula nyipeng wonten mriki
supados saget tentrem rahayu sak kulawarga sedaya.
(khusus
Pujangga yang sarimbit) : Saugi punika Semah kula
(sambil menepuk bahu istrinya) sampun mbeta pangan-padhang sak cekapipun,
ingkang kangge nyekapi kabetahan kula sak kaluwarga (sambil menyerahkan pada Nyai Danyang dan Nyai Danyang menyerahkan pada
pengiring). Saugi ingkang mboten kawon pentingipun, kula sakaluwarga punika
sampun sangu Syahadat Kencana, minangka kangge sangu kula bebrayan, wiwit
wonten ndonya ngantos dumugi akhiripun sekarat mengke. Amargi Syahadat Kencana
punika, bilah dipun asta pejah bakal nyegeri, bilih dipun asta gesang bakal
nguripi ”
Kyai dan Nyai Danyang :
“yen
sakabehing piranti wus jangkep angger, Eyang nduwe siji panyuwunan maneh.
13) Pujangga :
”Panyuwun
arupi punopo punika Eyang....?”
Nyai Danyang :
“Iki
ana tigan peksi kang wus kaisenan sukmane brekasaan, demit prayangan, demit
anakan, soho kaisenan sukmane calimut, maling-kecu lan rampok. Njajal
pidhak’en, yen siro sarimbet bisa midhak nganti pecah, kuwi mratandani
sakabehing sukmo-sukmo nasar kang dadi memolone bale-griya iki, wus ana ing sak
ngisore dlamakan sampean iro. Kuwi artine siro kang dadi panguwasa marang
suksma-suksma kuwi ing sak jroning siro ngenger marang Ingsun ing kene.
Nyai Danyang : ngaturi tigan peksi (ayam) dumateng Kyai Danyang.
Kyai Danyang : (sambil membungkuk meletakan telor ayam).
“ Angger (sarimbit), mangga sampeyan pidak
tigan iki nganti pecah”
Pujangga : (Jempol kaki kanan manten pria dan jempol kiri manten wanita atau
sebaliknya, menginjak telor ayam hingga pecah dan diawali dengan berdoa
terlebih dahulu.)
Setelah telor pecah, kaki
Pujangga di bersihkan oleh dayang-dayang atau putra putri dari lumuran isi
telor. Lalu Pujangga maju selangkah melewati pintu / pembatas dan duduk
jengkeng dihadapan Kyai Danyang dan Nyai Danyang.
Kyai Danyang :
“Hingsun pasrahaken marang siro he nganten
sarimbit, lumantar sira kersa ngenger hana kene. Ingon-ingon Hingsun bakal
manut marang sakabehing kersa siro, iya sregep paring paweweh kang mawujud
banda-brana, kapribawan, kasarasan lan mangayubayo.
Haja
sira agawe pijer tangis, geger-geger soho bentheng-ceweng marang semahiro,
tansah tresno lan tinesranan, setyo tuhu reruntungan. haja sira jengkar saka
kene, yen durung handuwe panggonan kang luwih gedi soho apik’e ngungkuli saka
kene.
“Angger,
bale-griya iki ngono, sejatine suwargo Hingsun, ananging sak iki sun pasrahake
marang siro miwah sak anak-putu iro bab kalestariane” (ubun-ubun pujangga /
sarimbit ditiup)
Pujangga
(sarimbit) beserta semua tamu masuk kedalam rumah, menyaksikan dilangsungkannya
upacara kenduri dipimpin oleh Pinisepuh, sekaligus sebagai pemimpin doa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa
Salam _/\_ Rahayu
Langganan:
Postingan (Atom)