Dalam budaya Jawa, norma serta aturan dalam melakukan hubungan seksual
diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya diajarkan dalam betuk lisan atau
tertulis. Jika dalam bentuk tertulis, ajaran tersebut tertuang dalam karya
sastra yang telah ada sejak zaman dulu. Karya-karya sastra yang mengangkat tema
asmaragama antara lain :
- Serat Gatholoco.
- Serat Damogandhul.
- Suluk Tambangraras (Serat Centhini).
- Serat Nitimani.
Dalam
budaya Jawa diajarkan oleh Kaweruh Jendra Hayuningrat bahwa untuk menghasilkan
sesuatu yang baik, maka proses awal penciptaan juga harus baik dan dengan restu
Tuhan sebagai Sang Hyang pencipta.
Demikian
pula dengan proses hubungan seksual yang tujuan utamanya adalah menghasilkan
keturunan. Untuk mendapatkan keturunan yang baik dalam segala hal, kehadirannya
di dunia ini haruslah melalui niat awal yang baik serta proses hubungan seksual
yang benar dan tepat. Untuk dapat berhubungan seksual dengan baik maka
dibutuhkan pengetahuan mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai
hubungan seksual sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan kehidupan
selanjutnya. Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang ditimbulkan akan
buruk, bukan hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi bagi keseimbangan serta
keselarasan kehidupan ini. Kesalahan dalam proses berhubungan seksual dalam
budaya Jawa dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah
terjadinya kama salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
tata cara hubungan seksual.
Dengan
pengetahuan yang memadai maka diharapkan orang dapat berpikir lebih jauh
mengenai hubungan seksual sehingga tidak melakukannya dengan sembarangan karena
akibatnya sangat fatal bagi keberlangsungan hidup umat manusia dan keselarahan
hubungannya dengan alam sekitar tempat manusia hidup. Akibat yang fatal
tersebut muncul pada keadaan masyarakat sekarang dimana banyak orang mulai
melakukan hubungan seks tanpa mengindahkan norma serta etika yang berakibat
pada munculya masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat sepeti pemerkosaan,
semakin banyak anak-anak terlantar hingga terjadinya peningkatan kriminalitas.
Dalam
kasanah budaya Jawa terdapat ajaran atau pedoman moral, nilai dan kaidah
bagaimana cara melakukan hubungan seks yang benar dan tepat, sebagaimana
dalam Serat Nitimani berikut cuplikan-cuplikan yang berkaitan dengan Ajaran Kaweruh
Jendra Hayuningrat yang dimaksud :
Lamun tandhing, marsudya ing tyas ening, namrih ering, kang supadi tan
kajungking. (pupuh 2)
Apabila
sedang bertanding, usahakanlah hati tetap hening, agar konsentrasi tetap
terjaga, supaya tidak terkalahkan. Yang
dimaksud dengan “bertanding” dalam hal ini adalah analogi dari persetubuhan.
Yen sembrana, den prayitna sampun lena, lamun ina, sayek amanggih weda.
(pupuh 2)
Apabila
ceroboh, waspadalah jangan sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan.
Kata
ceroboh maksudnya adalah dalam konteks persetubuhan agar tetap waspada di dalam
melakukan hubungan seksual sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak
diharapkan.
Lamun cuwa, sampun kawiscareng netya, wrananana, ing suka dhanganing
karsa, kang supadya, datan manggih dirgama. (pupuh 2)
Apabila
tidak puas, janganlah terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria,
agar supaya, tidak mendapat kesulitan.
Tidak puas
yang dimaksud disini, masih dalam konteks hubungan seksual yaitu keadaan dimana
salah satu pihak belum mencapai titik kepuasan atau orgasme.
Lamun gela, jroning nala sampu daga, sengadiya, langkung condong ing
wardaya, pamrihira, kang pinanduk tan legawa. (pupuh 2)
Apabila
kecewa, janganlah membrontak dalam hati, niatilah, untuk lebih berlapang dada,
dengan harapan, agar ketidakpuasan tidak berlarut-larut.
Kecewa
dalam ungkapan ini masih dalam konteks hubungan seksual dan tidak mencapai
kepuasan.
Lamun lingsem, ing gunem aja katingkem, lamun amem, yekti katara ing
klecem. (pupuh 2)
Apabila
terjerat rasa malu, janganlah membisu, karena bila berdiam diri, niscaya akan
terlihat di wajah.
Ketika
seorang laki-laki mengalami kegagalan di dalam berhubungan seksual karena
hal-hal tertentu, maka disitulah dia akan merasa sangat malu.
Lamun harda, sampun dadra murang krama, mrih widada, pakartine kang
utama. (pupuh 2)
Apa bila
punya keinginan, janganlah lepas kendali menerjang etika, agar selamat,
utamakanlah sikap luhur.
Keinginan
maksudnya adalah dalam hal ingin melakukan hubungan seksual maka jangan sampai
lepas kendali, harus tetap memperhatikan etika.
Yen anglaras, penggagas aja sampun kabrangas, dimen awas, ing pamawas
datan tiwas. (pupuh 2)
Jika
sedang menikmati sesuatu, janganlah kesadaran terlena, agar tetap siaga,
kewaspadaan tak akan tiwas.
Maksudnya
adalah jika sedang berada dalam kenikmatan berhubungan seksual, kewaspadaan dan
kesadaran diri haruslah tetap dijaga, supaya tidak menemui tiwas atau maut.
Yen cecegah, den betah gonira ngampah, nganggah-anggah, yeku pakarti
luamah. (pupuh 2)
Selama
mengendalikan diri, bersabarlah menahan hawa nafsu, lepas diri tanpa kendali,
merupakan prilaku serakah.
Orang
harus belajar mengendalikan nafsunya (nafsu dalam konteks ini adalah nafsu
birahi) agar tidak kelepasan sehingga menyebabkan sesuatu yang tidak baik.
Wanita punika, upami papan badhe pandhedhering wiji, saestunipun kedah
milih ingkang prayogi. (pupuh 3)
Peranan
wanita itu ibarat lahan untuk menabur benih, sehingga haruslah memilih lahan
yang bagus.
Dalam
melakukan hubungan seksual, maka haruslah dicamkam bahwa hasil dari perbuatan
itu adalah adanya seuatu mahkluk baru sehingga tidak boleh dilakukan
sembarangan dan pasanganyapun harus dipilih baik-baik.
Para sujanma priya yen badhe amilih dhateng wanodya, kaagem pantesing
pala krami, anyeplesana dhateng suraosing tetembungan tiga : bobot, bebet,
bibit. (pupuh 3)
Kaum Pria
yang bermaksud memilih sorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan
tiga hal : bobot, bebet, bibit.
Untuk
mempersiapkan keturunan yang baik, maka harus juga dicari pasangan (wanita)
yang baik dan memenuhi criteria-kriteria tertentu. Dalam budaya Jawa, ada tiga
hal paling penting yang harus diperhatikan yaitu ; bibit, bebet, dan bobot.
Ingkang rumiyin tembung bobot, pikajengipun amiliha wanita ingkang asli.
(pupuh 3)
Pertama
kata bobot, maksudnya pilihlah wanita sejati.
Wanita, ingkang badhe kapendhet wau amiliha darah ing supudya…. (pupuh 3)
Wanita
yang kita pilih hendaklah seorang wanita yang memiliki garis keturunan
orang-orang terpilih…..
…. Pramila anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun,
sinten manungsa ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos, dene
rahayuning batos punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus mahanani
dhateng wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3)
….
sehingga cara paling mudah ditempuh adalah dengan melihat garis silsilah
leluhur sang ayah, karena wahyu cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki
keseimbangan batin, dan keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun
pada sang anak.
Ing sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng
wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha ingkang
kathah kasagedanipun. (pupuh 3)
Sekarang
sampai pada istilah bibit, maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang
rupawan sekaligus memiliki banyak ketrampilan.
…. Kadosta manising ulat, indah ayuning warni, dhemes prigeling solah,
punika among kangge minangka sarana amemalat dhateng thukuling sesenenganipun
para priya, pramila lajeng wonten pralambang tembung paribasan : “bebukaning
pala krami dudu banda dudu rupa amung ati pawitane”, tegesipun dudu banda
punika sanes kasugihanipun raja brana, dudu rupa tegesipun sanes ayu indahing
warni, ingkang binasdakaken condong utawi jodho. (pupuh 3)
….
kecancitan fisik seringkali hanya didudukkan sebagai wahana kepuasan kaum
laki-laki, oleh karena itu ada peribahasa : “bebukaning pala krami dudu banda
dudu rupa amung ati pawitane”, (permulaan pernikahan bukan harta benda dan
rupa, hanyalah hati sebagai titik awal keberangkatan). Yang dimaksud bukan
harta adalah bukan kekayaan, sedangkan bukan rupa adalah bukan kecantikan
wajah, yang kemudian disebut sebagai jodoh.
Untuk
mengesahkan suatu hubungan seksual, maka pasangan haruslah melewati tahap
pernikahan. Pernikahan tersebut menyatukan dua pribadi yaitu laki-laki dan
wanita dalam ikatan yang abadi. Supaya tidak mengalami penyesalan, maka
pernikahan haruslah didasari dengan hati sesuai dengan peribahasa tersebut,
meskipun ada faktor-faktor lain yang juga harus menjadi bahan pertimbangan.
Punika amung dumunung wonten seneng parenging panggalih, runtut utawi
rujuk kalih-kalihipun, temahan sami angrumentah ing bapak kaliyan anak, dene
panganggepe bapa binasakaken kencana wingka, pikajengipun tembung makaten wau
tur kawujudanipun warni wingka, katon warni kencana. (pupuh 3)
Hal
itu hanyalah terdapat pada kecocokan hati, kesesuaian dan keharmonisan
antara keduanya, hingga kemudian menumbuhkan kasih sayang antara ayah dan anak,
sayang ayah lantas mengiaskan sebagai kencana wingka, maksud dari ungkapan
tersebut adalah meskipun kenyataan wujudnya berupa wingka (loyang) namun tampak
seperti kencana (emas).
Dalam
memandang pasangan hidupnya, perlulah diingat ungkapan kencana wingka. Walaupun
wujudnya hanyalah loyang, akan tetapi tampak seperti emas. Jadi meskipun
pasangan hidup tidaklah mempunyai rupa yang sempurna, akan tetapi haruslah bisa
dilihat kecantikan yang terpencar dari hatinya.
Pala krami punika terang yen gumantung wonten ing kasenenganing priya
pyambak-piyambak, dene kasenengan wau boten kenging katemtokaken, liripun
makaten kadosta indah ayuning warna boten temtu ndadosaken kasenenganing priya.
(pupuh 3)
Perkawinan
itu hanyalah berdasarkan kesenangan pribadi kaum lelaki masing-masing,
sedangkan rasa sukanya tidak dapat ditentukan, artinya kecantikan wajah
ternyata belum tentu menimbulkan rasa cinta kaum priya.
Perkawinan
merupakan atau ikatan yang sakral, sehingga untuk melaksanakannya harus dicari
pasangan yang benar-benar tepat. Artinya, tidak bisa dilihat hanya dari
fisiknya saja.
Supados angatos-atos ing pamilihipun, karana menggah dununging wanita
punika tumrapipun dhateng priya, binasakaken amung, swarga nunut liripun
makaten yen pinuju saged mimbuhi dhateng seneng tuwin asringing prajanipun, yen
pinuju lepat ing pamililipun mangka angsal wanita ingkang ambeg durta,
tegesipun pawestri ingkang awon kelakuwanipun punika badhe saged narik damel
sangsaraning priya. (pupuh 3)
Berhati-hatilah
dalam memilih, sebab kedudukan wanita bagi kaum priya diibaratkan swarga nunut
maksudnya adalah tatkala hidupnya diliputi kebahagian, posisi wanita seolah
hanya sebagai pelengkap hiasan kebahagiaan tersebut, sedangkan bila sang priya
salah memilih, artinya wanita yang didapat bukan tergolong wanita baik,
maka akan menimbulkan kesengsaraan bagi si pria itu sendiri.
Bagian ini
adalah sikap manusia Jawa dalam hal kedudukan wanita bagi kaum pria dalam hal
rumah tangga (termasuk didalamnya urusan hubungan seksual) yaitu diibaratkat
swarga nunut neraka katut yaitu jika suami memberikan hal-hal yang baik maka
sang wanita juga pasti akan menikmati segala hal yang baik juga.
Pramila saderengipun kapendhet garwa sasaged-saged kapratitisna ing
pamilihipun, awit bilih sampun kalajeng rumentah ing sih kawelasan tuwin
katresnan, saestu awrat ing pambiratipun, temahan badhe ngengetaken dhateng
tumempuhing kasangsaran. (pupuh 3)
Oleh
karena itu sebelum menentukan pilihan terhadap pasangan hidup hendaklah
berhati-hati dalam memilih, karena bila terlanjur maka cukup sulit
mengatasinya, akhirnya malah sering menimbulkan ketidakbahagiaan.
Jika ingin
berhubungan seksual, alangkah baiknya jika pasangan sudah terikat dalam ikatan
pernikahan, dan karena sifatnya yang sakral maka diharapkan jangan sampai salah
memilih serta berhati-hatilah karena dampaknya sangat besar bagi kelanjutan
kehidupan.
…. wanodya ingkang indah ing warni, sarta pantes ing solah bawa lan ambeg
tepa ing rasa, tuwin dana ing tepa utawi ingkang temen tobatipun rila dhateng
ing atasing kasaenan, sabab kalakuwaning wanodya ingkang mekaten wau watak
lajeng kasaenan sarta kinurmatan ingkang kakung, awit pambekaning wanita
ingkang makaten punika angrabasa dhateng bedudhening priya ingkang lajeng saged
nukulaken dumateng rumentahing kawelasan tuwin katresnan. (pupuh 3)
…. wanita
yang cantik baik lahir maupun batin, wanita yang demikianlah yang dihormati
oleh setiap laki-laki. Seorang wanita dengan modal kecantikan lahir batin
sesungguhnya akan mampu meruntuhkan dinding hati laki-laki yang ada di
hadapannya akan bertekuk lutut menyerahkan segenap cinta dan kasih sayangnya.
Budaya
Jawa memandang tinggi posisi wanita. Ada suatu sikap dalam hal memandang
seorang wanita yaitu dari kecantikannya, bukan hanya dari segi fisik tetapi
juga dari kecantikan hatinya (cantik lahir dan batin), dan wanita yang memiliki
kecantikan lahir dan batin itulah yang menjadi istri dambaan setiap pria untuk
menjadi pasangan hidupnya.
Tepa ing rasa (rasa tepa) punika pikajengipun sageda sumingkir saking
lumuh tuwin rikuh ing liyan, sabab yen boten kadunungan tepa ing rasa (rasa
tepa) wau sok ngawontenaken watak iren tuwin meren, ingkang pandukipun lajeng
direngki. (pupuh 3)
Tepa ing
rasa maksudnya mampu menghindarkan diri dari sikap benci terhadap orang lain,
karena jika tidak memiliki sifat tersebut terkadang menimbulkan watak iri yang
ujungnya adalah kedengkian.
Dalam
konteks pengajaran mengenai seks, hal yang paling penling utama untuk
diperhatikan adalah bagaimana cara memilih wanita yang baik agar kehidupan
rumag tangga beserta seluruh aspek didalamnya dapat berjalan dengan lancar.
Oleh sebab itu ada beberapa ciri-ciri wanita yang ideal sebagai pasangan agar
tujuan hidupnya dapat tercapai.
Dana ing tepa, punika pikajengipun sageda sumingkir saking panyaru tuwin
panyikuning liyan, sabab yen boten kadunungan dana ing tepa wau, asring
ngawontenaken watak : dahwen tuwin salah open ingkang pandukipun lajeng dados
srei. (pupuh 3)
Dana ing
tepa, artinya mampu menjauhkan diri dari hasrat menyakiti serta menyengsarakan
orang lain, sebab bila tidak memiliki sifat tersebut, cenderung memunculkan
watak serakah yang akhirnya menjelma menjadi jahat.
Temen tobatipun rila, punika pikajengipun tobat ingkang kalebetan temen
lan rila. Pramila pikantukipun pawestri ingkang makaten wau lajeng kinurmatan
ing kakung. (pupuh 3)
Temen
tobatipun rila, artinya taubat yang dilandasi kesungguhan dan keikhlasan,
sehingga seorang wanita yang mampu bersikap demikian akan disegani oleh setiap
laki-laki.
Samangke pamuji kula malih mugi sageda angsal wanodya ingkang kadunungan
watek : sama, beda, dana, denda. Tembung sama tegesipun pada, pikajengipun
gadhahana wewatek asih dhateng sakehing dumadi. Beda tegesipun seje,
geseh utawi milah, pikajengipun anggadhahana watek kulina sarta saged animbang,
inggih punika putusing tepa. Dana tegesipun neganjar, pikajengipun gadhahana
watek remen asung kasenengan tuwin kabungahan dahteng sakehing dumadi. Denda
tegesipun kukum, pikajengipun gadhaha watek putus lan patitis, pamiyak tuwin
milih nalar ingkang awon utawi dhateng ingkang sae, anggenipun ngempan utawi
mapanaken. (pupuh 3)
Berikutnya
harapan saya semoga anda mendapatkan wanita yang di dalam dirinya terdapat
sifat-sifat sama, beda, dana, denda. Kata sama, berarti merasa sama, maksudnya
memiliki rasa sayang pada sesama mahkluk. Kata bedha, berarti tidak sama,
maksudnya memiliki sifat mengutamakan pertimbangan sebagai wujud kearifan. Kata
dana berarti memberi imbalan, maksudnya hendaklah memiliki sifat mudah memberi
kepada sesama. Kata dendha, berarti hukum, maksudnya memiliki sifat teliti
dalam menentukan sesuatu sehingga tepat memilih mana yang baik dan yang buruk.
Dalam
Budaya Jawa wanita dianggap sebagai “wadah” dari benih yang akan ditanam oleh
laki-laki dan karena itu maka haruslah dicari wanita yang terbaik. Selain dari
tiga faktor utama (bibit, bebet, bobot), seorang wanita yang baik juga harus
memiliki sifat-sifat tertentu.
Ingkang kaping kalih kala wau sageda uninga panduking guna, busana,
baksana lan sasana wewijanganipun makaten :
- Guna tegesipun pangawikan utawi kapinteran, pikajengipun sageda sumerep lan mangretos dhateng wewenang lan wajibing lan pandamelaning pawestri.
- Busana, tegesipun pangangge, pikajengipun sageda uninga lan ngetrapaken dhateng raja tadi darbekipun ingkang pancen kasandhang.
- Baksana tegesipun pangan, pikajengipung sageda uninga lan nandukaken ubet kekayaning laki ingkang pancen katedha.
- Sasana, tegesipun dunung utawi panggenan, pikajengipun sageda uninga tuwin memantes lan memangun anggenipun gegriya. (pupuh 3)
Yang
kedua, hendaklah memiliki kepekaan terhadap guna, busana, baksana, dan sasana.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
- Guna berarti ketrampilan atau kepandaian maksudnya adalah tanggap terhadap tugas dan wewenang sebagai seorang istri.
- Busana berarti seorang wanita haruslah memiliki kepekaan terhadap penampilan serta pakaian miliknya secara proporsional.
- Baksana berati pangan, maksudnya memiliki ketrampilan mengatur keuangan/penghasilan suami secara proporsional.
- Sasana yang berarti rumah atau papan, maksudnya memiliki ketrampilan untuk mendekar dan menghias rumah dengan indah.
Selain
sifat, wanita yang baik juga harus dapat membuat dirinya terlihat menarik agar
laki-laki yang menjadi pasangan hidupnya tetap setia dan tetap bisa menjaga
hubungan (termasuk dalam hubungan seksual). Hal tersebut dikarenakan pria dan
wanita haruslah senantiasa bekerja sama dengan baik untuk dapat mempersiapkan
segala hal demi menyambut kehadiran manusia baru sebagai hasil dari hubungan
seksual yang mereka lakukan.
Ingkang kaping tiga kala wau ambeging pangrengkuh ingkang sawanda, saeka
praya lan sajiwa, wijanganipun mekaten :
- Sawanda, tegesipun sarupa, sawangu utawi sawarna, pikajengipun sedya nyawiji badan, empan mapanipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun lan rumeksanipun dhateng priya dipunkados rumeksa dhateng badanipun piyambak.
- Saeka praya, tegesipun sawiji budi, pikajengipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun dhateng priya anedya nunggil kapti.
- Sajiwa, tegesipun satunggiling nyawa, pikajengipungadhaha ambeg pangrengkuhipun dhateng priya dipun kados dhateng nyawanipun piyambak. (pupu 3)
Yang
ketiga adalah dalam hal kesetiaan hendaklah memiliki sifat-sifat sawanda, saeka
praya, dan sajiwa, penjelasannya sebagai berikut :
- Sawanda yang berarti serupa, sebangun, atau sewarna. Maksudnya, wanita tersebut bersedia menyatu tubuh dengan cara saling memahami, menjaga suaminya sama seperti menjaga dirinya sendiri.
- Saeka praya artinya dapat menyatukan kehendak dengan kehendak suaminya yang tujuannya demi kebaikan, maka sang istri harus merasakan sebagaimana kehendak diri pribadi.
- Sajiwa berarti sehati. Maksudnya adalah sikap istri terhadap suami sama seperti terhadap diri sendiri.
Menggah pawestri ingkang sampun nambut silaning akrami, punika kedah
netepi punapa ingkang kados wajibing estri kathahipung tigang pangkat, satunggil-tunggiling
pangkat wonten tigang pakarti :
- Kedah gemi, nastiti, ngati-ati.
- Kedah tegen, rigen, mugem.
- Kedah titi, rukti, rumanti. (pupuh 3)
Bagi
wanita yang telah berumah tangga hendaklah melaksanakan apa yang menjadi tugas
seorang istri, dalam hal ini berjumlah tiga tingkatan, masing-masing terdapat
tiga komponen perilaku :
- Hendaklah gemi (hemat), nastiti (cermat), ngati-ati (hati-hati).
- Hendaklah tegen (tidak mengecawakan, rigen (trampil), mugen (meyakinkan).
- Hendaklah titi (teliti), rukti (manfaat), rumanti (merata).
Dene panduking damel kedah nglenggahi gangsal prakawis :
- Kedah rikat.
- Cukat.
- Prigel.
- Trampil. (pupuh 3)
Sedangkang
dalam hal bekerja hendaklah memiliki lima sifat :
- Cepat.
- Tangkas.
- Cekatan.
- Lihai.
- Terampil.
Menggah labetipun kedah kados ing ngandhap punika :
- Kedah ishep, madhep, mantep, sregep.
- Kedah wekel, petel, nungkul, atul. (pupuh 3)
Perihal
pengabdian, hendaklah seperti di bawah ini :
- Hendaklah dilandasi kejernihan berpikir, niat, kesungguhan, rajin.
- Hendaklah tekun, telaten, tanpa kenal lelah, sabar.
Konsultasi Spiritual : Klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar