Sabtu, 12 Oktober 2013

Bag 1. AJARAN SEKS DALAM KAWERUH JENDRA HAYUNINGRAT



Dalam budaya Jawa, norma serta aturan dalam melakukan hubungan seksual diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya diajarkan dalam betuk lisan atau tertulis. Jika dalam bentuk tertulis, ajaran tersebut tertuang dalam karya sastra yang telah ada sejak zaman dulu. Karya-karya sastra yang mengangkat tema asmaragama antara lain :
  1. Serat Gatholoco.
  2. Serat Damogandhul.
  3. Suluk Tambangraras (Serat Centhini).
  4. Serat Nitimani.
Dalam budaya Jawa diajarkan oleh Kaweruh Jendra Hayuningrat bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang baik, maka proses awal penciptaan juga harus baik dan dengan restu Tuhan sebagai Sang Hyang pencipta.
Demikian pula dengan proses hubungan seksual yang tujuan utamanya adalah menghasilkan keturunan. Untuk mendapatkan keturunan yang baik dalam segala hal, kehadirannya di dunia ini haruslah melalui niat awal yang baik serta proses hubungan seksual yang benar dan tepat. Untuk dapat berhubungan seksual dengan baik maka dibutuhkan pengetahuan mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai hubungan seksual sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan kehidupan selanjutnya. Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang ditimbulkan akan buruk, bukan hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi bagi keseimbangan serta keselarasan kehidupan ini. Kesalahan dalam proses berhubungan seksual dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah terjadinya kama salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara hubungan seksual.
Dengan pengetahuan yang memadai maka diharapkan orang dapat berpikir lebih jauh mengenai hubungan seksual sehingga tidak melakukannya dengan sembarangan karena akibatnya sangat fatal bagi keberlangsungan hidup umat manusia dan keselarahan hubungannya dengan alam sekitar tempat manusia hidup. Akibat yang fatal tersebut muncul pada keadaan masyarakat sekarang dimana banyak orang mulai melakukan hubungan seks tanpa mengindahkan norma serta etika yang berakibat pada munculya masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat sepeti pemerkosaan, semakin banyak anak-anak terlantar hingga terjadinya peningkatan kriminalitas.
Dalam kasanah budaya Jawa terdapat ajaran atau pedoman moral, nilai dan kaidah bagaimana cara melakukan hubungan seks yang benar dan tepat, sebagaimana  dalam Serat Nitimani berikut cuplikan-cuplikan yang berkaitan dengan Ajaran Kaweruh Jendra Hayuningrat yang dimaksud :
Lamun tandhing, marsudya ing tyas ening, namrih ering, kang supadi tan kajungking. (pupuh 2)
Apabila sedang bertanding, usahakanlah hati tetap hening, agar konsentrasi tetap terjaga, supaya tidak terkalahkan. Yang dimaksud dengan “bertanding” dalam hal ini adalah analogi dari persetubuhan.
Yen sembrana, den prayitna sampun lena, lamun ina, sayek amanggih weda. (pupuh 2)
Apabila ceroboh, waspadalah jangan sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan.
Kata ceroboh maksudnya adalah dalam konteks persetubuhan agar tetap waspada di dalam melakukan hubungan seksual sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Lamun cuwa, sampun kawiscareng netya, wrananana, ing suka dhanganing karsa, kang supadya, datan manggih dirgama. (pupuh 2)
Apabila tidak puas, janganlah terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria, agar supaya, tidak mendapat kesulitan.
Tidak puas yang dimaksud disini, masih dalam konteks hubungan seksual yaitu keadaan dimana salah satu pihak belum mencapai titik kepuasan atau orgasme.
Lamun gela, jroning nala sampu daga, sengadiya, langkung condong ing wardaya, pamrihira, kang pinanduk tan legawa. (pupuh 2)
Apabila kecewa, janganlah membrontak dalam hati, niatilah, untuk lebih berlapang dada, dengan harapan, agar ketidakpuasan tidak berlarut-larut.
Kecewa dalam ungkapan ini masih dalam konteks hubungan seksual dan tidak mencapai kepuasan.
Lamun lingsem, ing gunem aja katingkem, lamun amem, yekti katara ing klecem. (pupuh 2)
Apabila terjerat rasa malu, janganlah membisu, karena bila berdiam diri, niscaya akan terlihat di wajah.
Ketika seorang laki-laki mengalami kegagalan di dalam berhubungan seksual karena hal-hal tertentu, maka disitulah dia akan merasa sangat malu.
Lamun harda, sampun dadra murang krama, mrih widada, pakartine kang utama. (pupuh 2)
Apa bila punya keinginan, janganlah lepas kendali menerjang etika, agar selamat, utamakanlah sikap luhur.
Keinginan maksudnya adalah dalam hal ingin melakukan hubungan seksual maka jangan sampai lepas kendali, harus tetap memperhatikan etika.
Yen anglaras, penggagas aja sampun kabrangas, dimen awas, ing pamawas datan tiwas. (pupuh 2)
Jika sedang menikmati sesuatu, janganlah kesadaran terlena, agar tetap siaga, kewaspadaan tak akan tiwas.
Maksudnya adalah jika sedang berada dalam kenikmatan berhubungan seksual, kewaspadaan dan kesadaran diri haruslah tetap dijaga, supaya tidak menemui tiwas atau maut.
Yen cecegah, den betah gonira ngampah, nganggah-anggah, yeku pakarti luamah. (pupuh 2)
Selama mengendalikan diri, bersabarlah menahan hawa nafsu, lepas diri tanpa kendali, merupakan prilaku serakah.
Orang harus belajar mengendalikan nafsunya (nafsu dalam konteks ini adalah nafsu birahi) agar tidak kelepasan sehingga menyebabkan sesuatu yang tidak baik.
Wanita punika, upami papan badhe pandhedhering wiji, saestunipun kedah milih ingkang prayogi. (pupuh 3)
Peranan wanita itu ibarat lahan untuk menabur benih, sehingga haruslah memilih lahan yang bagus.
Dalam melakukan hubungan seksual, maka haruslah dicamkam bahwa hasil dari perbuatan itu adalah adanya seuatu mahkluk baru sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan dan pasanganyapun harus dipilih baik-baik.
Para sujanma priya yen badhe amilih dhateng wanodya, kaagem pantesing pala krami, anyeplesana dhateng suraosing tetembungan tiga : bobot, bebet, bibit. (pupuh 3)
Kaum Pria yang bermaksud memilih sorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan tiga hal : bobot, bebet, bibit.
Untuk mempersiapkan keturunan yang baik, maka harus juga dicari pasangan (wanita) yang baik dan memenuhi criteria-kriteria tertentu. Dalam budaya Jawa, ada tiga hal paling penting yang harus diperhatikan yaitu ; bibit, bebet, dan bobot.
Ingkang rumiyin tembung bobot, pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3)
Pertama kata bobot, maksudnya pilihlah wanita sejati.
Wanita, ingkang badhe kapendhet wau amiliha darah ing supudya…. (pupuh 3)
Wanita yang kita pilih hendaklah seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih…..
…. Pramila anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun, sinten manungsa ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos, dene rahayuning batos punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus mahanani dhateng wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3)
…. sehingga cara paling mudah ditempuh adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak.
Ing sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3)
Sekarang sampai pada istilah bibit, maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus memiliki banyak ketrampilan.
…. Kadosta manising ulat, indah ayuning warni, dhemes prigeling solah, punika among kangge minangka sarana amemalat dhateng thukuling sesenenganipun para priya, pramila lajeng wonten pralambang tembung paribasan : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati pawitane”, tegesipun dudu banda punika sanes kasugihanipun raja brana, dudu rupa tegesipun sanes ayu indahing warni, ingkang binasdakaken condong utawi jodho. (pupuh 3)
…. kecancitan fisik seringkali hanya didudukkan sebagai wahana kepuasan kaum laki-laki, oleh karena itu ada peribahasa : “bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati pawitane”, (permulaan pernikahan bukan harta benda dan rupa, hanyalah hati sebagai titik awal keberangkatan). Yang dimaksud bukan harta adalah bukan kekayaan, sedangkan bukan rupa adalah bukan kecantikan wajah, yang kemudian disebut sebagai jodoh.
Untuk mengesahkan suatu hubungan seksual, maka pasangan haruslah melewati tahap pernikahan. Pernikahan tersebut menyatukan dua pribadi yaitu laki-laki dan wanita dalam ikatan yang abadi. Supaya tidak mengalami penyesalan, maka pernikahan haruslah didasari dengan hati sesuai dengan peribahasa tersebut, meskipun ada faktor-faktor lain yang juga harus menjadi bahan pertimbangan.
Punika amung dumunung wonten seneng parenging panggalih, runtut utawi rujuk kalih-kalihipun, temahan sami angrumentah ing bapak kaliyan anak, dene panganggepe bapa binasakaken kencana wingka, pikajengipun tembung makaten wau tur kawujudanipun warni wingka, katon warni kencana. (pupuh 3)
Hal itu  hanyalah terdapat pada kecocokan hati, kesesuaian dan keharmonisan antara keduanya, hingga kemudian menumbuhkan kasih sayang antara ayah dan anak, sayang ayah lantas mengiaskan sebagai kencana wingka, maksud dari ungkapan tersebut adalah meskipun kenyataan wujudnya berupa wingka (loyang) namun tampak seperti kencana (emas).
Dalam memandang pasangan hidupnya, perlulah diingat ungkapan kencana wingka. Walaupun wujudnya hanyalah loyang, akan tetapi tampak seperti emas. Jadi meskipun pasangan hidup tidaklah mempunyai rupa yang sempurna, akan tetapi haruslah bisa dilihat kecantikan yang terpencar dari hatinya.
Pala krami punika terang yen gumantung wonten ing kasenenganing priya pyambak-piyambak, dene kasenengan wau boten kenging katemtokaken, liripun makaten kadosta indah ayuning warna boten temtu ndadosaken kasenenganing priya. (pupuh 3)
Perkawinan itu hanyalah berdasarkan kesenangan pribadi kaum lelaki masing-masing, sedangkan rasa sukanya tidak dapat ditentukan, artinya kecantikan wajah ternyata belum tentu menimbulkan rasa cinta kaum priya.
Perkawinan merupakan atau ikatan yang sakral, sehingga untuk melaksanakannya harus dicari pasangan yang benar-benar tepat. Artinya, tidak bisa dilihat hanya dari fisiknya saja.
Supados angatos-atos ing pamilihipun, karana menggah dununging wanita punika tumrapipun dhateng priya, binasakaken amung, swarga nunut liripun makaten yen pinuju saged mimbuhi dhateng seneng tuwin asringing prajanipun, yen pinuju lepat ing pamililipun mangka angsal wanita ingkang ambeg durta, tegesipun pawestri ingkang awon kelakuwanipun punika badhe saged narik damel sangsaraning priya. (pupuh 3)
Berhati-hatilah dalam memilih, sebab kedudukan wanita bagi kaum priya diibaratkan swarga nunut maksudnya adalah tatkala hidupnya diliputi kebahagian, posisi wanita seolah hanya sebagai pelengkap hiasan kebahagiaan tersebut, sedangkan bila sang priya salah memilih, artinya  wanita yang didapat bukan tergolong wanita baik, maka akan menimbulkan kesengsaraan bagi si pria itu sendiri.
Bagian ini adalah sikap manusia Jawa dalam hal kedudukan wanita bagi kaum pria dalam hal rumah tangga (termasuk didalamnya urusan hubungan seksual) yaitu diibaratkat swarga nunut neraka katut yaitu jika suami memberikan hal-hal yang baik maka sang wanita juga pasti akan menikmati segala hal yang baik juga.
Pramila saderengipun kapendhet garwa sasaged-saged kapratitisna ing pamilihipun, awit bilih sampun kalajeng rumentah ing sih kawelasan tuwin katresnan, saestu awrat ing pambiratipun, temahan badhe ngengetaken dhateng tumempuhing kasangsaran. (pupuh 3)
Oleh karena itu sebelum menentukan pilihan terhadap pasangan hidup hendaklah berhati-hati dalam memilih, karena bila terlanjur maka cukup sulit mengatasinya, akhirnya malah sering menimbulkan ketidakbahagiaan.
Jika ingin berhubungan seksual, alangkah baiknya jika pasangan sudah terikat dalam ikatan pernikahan, dan karena sifatnya yang sakral maka diharapkan jangan sampai salah memilih serta berhati-hatilah karena dampaknya sangat besar bagi kelanjutan kehidupan.
…. wanodya ingkang indah ing warni, sarta pantes ing solah bawa lan ambeg tepa ing rasa, tuwin dana ing tepa utawi ingkang temen tobatipun rila dhateng ing atasing kasaenan, sabab kalakuwaning wanodya ingkang mekaten wau watak lajeng kasaenan sarta kinurmatan ingkang kakung, awit pambekaning wanita ingkang makaten punika angrabasa dhateng bedudhening priya ingkang lajeng saged nukulaken dumateng rumentahing kawelasan tuwin katresnan. (pupuh 3)
…. wanita yang cantik baik lahir maupun batin, wanita yang demikianlah yang dihormati oleh setiap laki-laki. Seorang wanita dengan modal kecantikan lahir batin sesungguhnya akan mampu meruntuhkan dinding hati laki-laki yang ada di hadapannya akan bertekuk lutut menyerahkan segenap cinta dan kasih sayangnya.
Budaya Jawa memandang tinggi posisi wanita. Ada suatu sikap dalam hal memandang seorang wanita yaitu dari kecantikannya, bukan hanya dari segi fisik tetapi juga dari kecantikan hatinya (cantik lahir dan batin), dan wanita yang memiliki kecantikan lahir dan batin itulah yang menjadi istri dambaan setiap pria untuk menjadi pasangan hidupnya.
Tepa ing rasa (rasa tepa) punika pikajengipun sageda sumingkir saking lumuh tuwin rikuh ing liyan, sabab yen boten kadunungan tepa ing rasa (rasa tepa) wau sok ngawontenaken watak iren tuwin meren, ingkang pandukipun lajeng direngki. (pupuh 3)
Tepa ing rasa maksudnya mampu menghindarkan diri dari sikap benci terhadap orang lain, karena jika tidak memiliki sifat tersebut terkadang menimbulkan watak iri yang ujungnya adalah kedengkian.
Dalam konteks pengajaran mengenai seks, hal yang paling penling utama untuk diperhatikan adalah bagaimana cara memilih wanita yang baik agar kehidupan rumag tangga beserta seluruh aspek didalamnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu ada beberapa ciri-ciri wanita yang ideal sebagai pasangan agar tujuan hidupnya dapat tercapai.
Dana ing tepa, punika pikajengipun sageda sumingkir saking panyaru tuwin panyikuning liyan, sabab yen boten kadunungan dana ing tepa wau, asring ngawontenaken watak : dahwen tuwin salah open ingkang pandukipun lajeng dados srei. (pupuh 3)
Dana ing tepa, artinya mampu menjauhkan diri dari hasrat menyakiti serta menyengsarakan orang lain, sebab bila tidak memiliki sifat tersebut, cenderung memunculkan watak serakah yang akhirnya menjelma menjadi jahat.
Temen tobatipun rila, punika pikajengipun tobat ingkang kalebetan temen lan rila. Pramila pikantukipun pawestri ingkang makaten wau lajeng kinurmatan ing kakung. (pupuh 3)
Temen tobatipun rila, artinya taubat yang dilandasi kesungguhan dan keikhlasan, sehingga seorang wanita yang mampu bersikap demikian akan disegani oleh setiap laki-laki.
Samangke pamuji kula malih mugi sageda angsal wanodya ingkang kadunungan watek : sama, beda, dana, denda. Tembung sama tegesipun pada, pikajengipun gadhahana  wewatek asih dhateng sakehing dumadi. Beda tegesipun seje, geseh utawi milah, pikajengipun anggadhahana watek kulina sarta saged animbang, inggih punika putusing tepa. Dana tegesipun neganjar, pikajengipun gadhahana watek remen asung kasenengan tuwin kabungahan dahteng sakehing dumadi. Denda tegesipun kukum, pikajengipun gadhaha watek putus lan patitis, pamiyak tuwin milih nalar ingkang awon utawi dhateng ingkang sae, anggenipun ngempan utawi mapanaken. (pupuh 3)
Berikutnya harapan saya semoga anda mendapatkan wanita yang di dalam dirinya terdapat sifat-sifat sama, beda, dana, denda. Kata sama, berarti merasa sama, maksudnya memiliki rasa sayang pada sesama mahkluk. Kata bedha, berarti tidak sama, maksudnya memiliki sifat mengutamakan pertimbangan sebagai wujud kearifan. Kata dana berarti memberi imbalan, maksudnya hendaklah memiliki sifat mudah memberi kepada sesama. Kata dendha, berarti hukum, maksudnya memiliki sifat teliti dalam menentukan sesuatu sehingga tepat memilih mana yang baik dan yang buruk.
Dalam Budaya Jawa wanita dianggap sebagai “wadah” dari benih yang akan ditanam oleh laki-laki dan karena itu maka haruslah dicari wanita yang terbaik. Selain dari tiga faktor utama (bibit, bebet, bobot), seorang wanita yang baik juga harus memiliki sifat-sifat tertentu.
Ingkang kaping kalih kala wau sageda uninga panduking guna, busana, baksana lan sasana wewijanganipun makaten :
  1. Guna tegesipun pangawikan utawi kapinteran, pikajengipun sageda sumerep lan mangretos dhateng wewenang lan wajibing lan pandamelaning pawestri.
  2. Busana, tegesipun pangangge, pikajengipun sageda uninga lan ngetrapaken dhateng raja tadi darbekipun ingkang pancen kasandhang.
  3. Baksana tegesipun pangan, pikajengipung sageda uninga lan nandukaken ubet kekayaning laki ingkang pancen katedha.
  4. Sasana, tegesipun dunung utawi panggenan, pikajengipun sageda uninga tuwin memantes lan memangun anggenipun gegriya. (pupuh 3)
Yang kedua, hendaklah memiliki kepekaan terhadap guna, busana, baksana, dan sasana. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
  1. Guna berarti ketrampilan atau kepandaian maksudnya adalah tanggap terhadap tugas dan wewenang sebagai seorang istri.
  2. Busana berarti seorang wanita haruslah memiliki kepekaan terhadap penampilan serta pakaian miliknya secara proporsional.
  3. Baksana berati pangan, maksudnya memiliki ketrampilan mengatur keuangan/penghasilan suami secara proporsional.
  4. Sasana yang berarti rumah atau papan, maksudnya memiliki ketrampilan untuk mendekar dan menghias rumah dengan indah.
Selain sifat, wanita yang baik juga harus dapat membuat dirinya terlihat menarik agar laki-laki yang menjadi pasangan hidupnya tetap setia dan tetap bisa menjaga hubungan (termasuk dalam hubungan seksual). Hal tersebut dikarenakan pria dan wanita haruslah senantiasa bekerja sama dengan baik untuk dapat mempersiapkan segala hal demi menyambut kehadiran manusia baru sebagai hasil dari hubungan seksual yang mereka lakukan.
Ingkang kaping tiga kala wau ambeging pangrengkuh ingkang sawanda, saeka praya lan sajiwa, wijanganipun mekaten :
  1. Sawanda, tegesipun sarupa, sawangu utawi sawarna, pikajengipun sedya nyawiji badan, empan mapanipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun lan rumeksanipun dhateng priya dipunkados rumeksa dhateng badanipun piyambak.
  2. Saeka praya, tegesipun sawiji budi, pikajengipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun dhateng priya anedya nunggil kapti.
  3. Sajiwa, tegesipun satunggiling nyawa, pikajengipungadhaha ambeg pangrengkuhipun dhateng priya dipun kados dhateng nyawanipun piyambak. (pupu 3)
Yang ketiga adalah dalam hal kesetiaan hendaklah memiliki sifat-sifat sawanda, saeka praya, dan sajiwa, penjelasannya sebagai berikut :
  1. Sawanda yang berarti serupa, sebangun, atau sewarna. Maksudnya, wanita tersebut bersedia menyatu tubuh dengan cara saling memahami, menjaga suaminya sama seperti menjaga dirinya sendiri.
  2. Saeka praya artinya dapat menyatukan kehendak dengan kehendak suaminya yang tujuannya demi kebaikan, maka sang istri harus merasakan sebagaimana kehendak diri pribadi.
  3. Sajiwa berarti sehati. Maksudnya adalah sikap istri terhadap suami sama seperti terhadap diri sendiri.
Menggah pawestri ingkang sampun nambut silaning akrami, punika kedah netepi punapa ingkang kados wajibing estri kathahipung tigang pangkat, satunggil-tunggiling pangkat wonten tigang pakarti :
  1. Kedah gemi, nastiti, ngati-ati.
  2. Kedah tegen, rigen, mugem.
  3. Kedah titi, rukti, rumanti. (pupuh 3)
Bagi wanita yang telah berumah tangga hendaklah melaksanakan apa yang menjadi tugas seorang istri, dalam hal ini berjumlah tiga tingkatan, masing-masing terdapat tiga komponen perilaku :
  1. Hendaklah gemi (hemat), nastiti (cermat), ngati-ati (hati-hati).
  2. Hendaklah tegen (tidak mengecawakan, rigen (trampil), mugen (meyakinkan).
  3. Hendaklah titi (teliti), rukti (manfaat), rumanti (merata).
Dene panduking damel kedah nglenggahi gangsal prakawis :
  1. Kedah rikat.
  2. Cukat.
  3. Prigel.
  4. Trampil. (pupuh 3)
Sedangkang dalam hal bekerja hendaklah memiliki lima sifat :
  1. Cepat.
  2. Tangkas.
  3. Cekatan.
  4. Lihai.
  5. Terampil.
Menggah labetipun kedah kados ing ngandhap punika :
  1. Kedah ishep, madhep, mantep, sregep.
  2. Kedah wekel, petel, nungkul, atul. (pupuh 3)
Perihal pengabdian, hendaklah seperti di bawah ini :
  1. Hendaklah dilandasi kejernihan berpikir, niat, kesungguhan, rajin.
  2. Hendaklah tekun, telaten, tanpa kenal lelah, sabar.
Tulisan rikutnya :  Bag 2. AJARAN SEKS DALAM  KAWERUH JENDRA HAYUNINGRAT


Konsultasi Spiritual  : Klik disini

Tidak ada komentar: