Sirklus Tujuh Hari = seminggu
Mencari tahu asal muasal “1 minggu = 7
hari” tidaklah mudah. Cukup sulit mencari kebenaran teori dibalik penentuan “1
minggu = 7 hari”. Banyak teori yang berbeda-beda bahkan saling berseberangan.
Ada yang berdasar ajaran agama (kitab suci), Mitos Dewa-dewa penguasa 7 planet,
praktek perhitungan geometri primitif dan lain sebagainya.
Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua
bangsa meyakini “1 minggu” terdiri dari 7 hari. Misalnya, orang Mesir kuno
memakai hitungan 1 minggu = 10 hari. Kalender Maya memakai 13 dan 20 hari dalam
seminggu. Orang Lithuania memakai 9 hari dalam seminggu, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana dengan siklus hari dalam budaya Jawa?
Sirklus Hari dalam penanggalan Jawa.
Sedangkan dalam budaya Jawa, sistem
sirklus hari ada bermacam-macam. Sebenarnya jaman dahulu orang Jawa kuno
mengenal 10 jenis minggu. Dari seminggu yang jumlahnya hanya satu hari, hingga
Seminggu yang jumlah harinya terdapat 10 hari. Nama macam-macam minggu tersebut
adalah Ekawara, Dwiwara, Triwara, Caturwara, Pancawara, Sadwara, Saptawara,
Hastawara, Nawawara dan Dasawara.
Untuk lebih jelasnya perhatikan perumusan
tata penanggalan Jawa sebagai berikut :
- Perhitungan hari dengan siklus 5 harian disebut sebagai Pancawara – Pasaran. (Artinya dalam 1 minggu (Pancawara) hanya ada 5 hari)
- Perhitungan hari dengan siklus 6 harian disebut Sadwara – Paringkelan.
- Perhitungan hari dengan siklus 7 harian disebut Saptawara – Padinan.
- Perhitungan hari dengan siklus 8 harian disebut Hastawara – Padewan
- Perhitungan hari dengan siklus 9 harian disebut Sangawara – Padangon
- Perhitungan hari dengan siklus mingguan (7 hari) terdiri 30 minggu disebut Wuku.
Namun jaman sekarang yang biasa dipakai
hanya 2 jenis minggu saja, yaitu Pancawara (pasaran) dan Saptawara (Padinan).
Misalnya Senin Legi, Selasa Pahing dan seterusnya. Perubahan penanggalan Jawa
ini terjadi masa pemerintahan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusumo di Kerajaan
Mataram Islam Jawa Tengah. Saptawara dipakai karena dinilai universal (sirklus
7 hari). Sedangkan Pancawara tetap dipakai karena melambangkan jati diri
manusia Jawa yang berbudaya.
Dalam kajian kali ini kita hanya akan
membahas Perhitungan hari dengan siklus 7 hari. Atau dalam bahasa Jawa disebut
Saptawara (Padinan) dan Sirklus 5 hari (Pancawara).
Dalam kitab Primbon, dijelaskan orang Jawa
percaya bahwa hitungan 7 hari dalam seminggu bermula ketika Tuhan menciptakan
alam semesta ini dalam 7 tahap. Dimana tahap pertama diawali hari Ahad
(Minggu).
- Pertama, Ketika Tuhan memiliki kehendak ingin menciptakan dunia. Kehendak Tuhan ini lalu disimbolkan dengan MATAHARI yang bersinar sebagai sumber kehidupan.
- Kedua, ketika Tuhan menurunkan kekuatanNYA untuk menciptakan dunia. Kekuatan Tuhan itu lalu disimbolkan dengan BULAN yang bercahaya tanpa menyilaukan.
- Ketiga, Ketika kekuatan Tuhan tadi mulai menyebarkan percik-percik sinar Tuhan. Percik sinar Tuhan itu lalu disimbolkan dengan API yang berpijar.
- Keempat, Ketika Tuhan menciptakan dimensi ruang untuk wadah alam semesta. Dimensi ruang itu lalu disimbolkan dengan BUMI menjadi tempat makhluk hidup.
- Kelima, Ketika tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan. Panas yang menyala itu lalu disimbongkan dengan ANGIN yang bergerak dan petir yang menyambar.
- Keenam, Ketika tuhan menciptakan air yang dingin. Air yang dingin itu lalu disimbolkan dengan BINTANG yang mirip titik-titik air yang menyejukan.
- Ketujuh, Ketika Tuhan menciptakan unsur materi kasar sebagai dasar pembentuk kehidupan. Materi kasar itu lalu disimbolkan dengan AIR sebagai sumber kehidupan.
Perlu dipahami bahwa penyebutan elemen
(anasir) ini hanyalah sebagai simbol. Bukan merupakan urutan kejadian alam
semesta itu sendiri. Simbol inilah yang nantinya digunakan dalam mengenali
watak (karakter) hari.
Arti Nama Hari
Dalam penyebutan nama-nama hari disetiap
bangsa juga memiliki perbedaan. Dan tentu saja memiliki makna dan alasan
tersendiri. Sedangkan nama hari dalam penanggalan Jawa sejak masa pemerintahan
Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Kerajaan Mataram Islam memakai
istilah Arab yang sudah dilafalkan dalam lidah Jawa. Sebelumnya nama hari masih
memakai istilah Jawa kuno yaitu :
Nama Hari Siklus 7 hari, Saptawara =
Padinan:
- Radite = Akad
- Soma = Senen
- Anggara = Slasa
- Budha = Rebo
- Respati = Kemis
- Sukra = Jemuwah
- Tumpak/Saniscara = Setu
Asal kata dan Arti nama Hari (Padinan)
- Akad (minggu), berasal dari kata Arab “ahad”, yang berarti hari pertama.
- Senen (Senin), berasal dari kata Arab “istnain”, yang berarti hari kedua.
- Slasa (Selasa), berasal dari kata Arab “tsalatsah”, yang berarti hari ketiga.
- Rebo (Rabu), berasal dari kata Arab “arba’ah”, yang berarti hari keempat.
- Kemis (Kamis), berasal dari kata Arab “khamsah”, yang berarti hari kelima,
- Jemuwah (Jum’at), berasal dari kata Arab “jumu’ah”, yang berarti hari untuk berkumpul,
- Setu (Sabtu), berasal dari kata Arab “sab’ah” (sabat), yang berarti hari ketujuh.
Jelas bahwa nama-nama hari yang sampai
sekarang digunakan itu (Senin, Selasa dst) merupakan perpaduan peradaban Islam
dan kebudayaan Jawa. Dipakai sejak pergantian Kalender Jawa asli (Tahun SAKA)
menjadi kalender Jawa Sultan Agung (Anno Javanico – Tahun AJ). Pergantian
kalender itu mulai 1 Sura, tahun Alip 1555. Yang jatuh pada tanggal 1 Muharam
1042. Atau bertepatan dengan kalender Masehi 8 Juli 1633. Angka tahun AJ itu
meneruskan angka tahun Saka yang waktu itu sampai tahun 1554, sejak itu tahun
Saka tidak dipakai lagi di Jawa, tetapi hingga kini masih digunakan di Bali.
Tahun Jawa dan tahun Islam (hijriyah)
adalah penanggalan Qomariyah atau sistem Lunar (bulan) yang mengikuti peredaran
bulan kepada bumi. Maka perhitungan hari pun dimulai pada senja hari, saat awal
munculnya rembulan malam atau saat Maghrib.
Sedangkan tahun Masehi dan tahun Saka
Hindu adalah penanggalan Syamsiyah atau sistem solar (Matahari) yang mengikuti
peredaran bumi terhadap Matahari. Pergantian hari dalam penanggalan Masehi yang
dimulai pada pukul 12 malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar